Salahsatu faktor yang menyebabkan terjadinya pembagian peran secara tradisional adalah karena adanya stereotype akan peran laki-laki dan perempuan. Laki-laki dianggap sebagai sosok yang maskulin, kuat dan dominan sehingga dianggap lebih sesuai untuk bekerja dan bertanggung jawab atas semua keputusan dan kebutuhan rumah tangga. OlehRepelita Tambunan. Tema Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-90 Tahun 2018: "Bersama Meningkatkan Peran Perempuan dan Laki-Laki dalam Membangun Ketahanan Keluarga untuk Kesejahteraan Bangsa" adalah tema yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA). didalamundang-undang perkawinan ditetapkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. suami wajib melindungi istri, dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan keperluannya, sedangkan kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. dengan pembagian peran tersebut, berarti peran Sebagaikedudukan yang lebih tinggi di dalam rumah tangga, suami menjadi pengambil keputusan yang lebih baik dibandingkan anggota keluarga yang lain, karena laki-laki dianggap memiliki kekuatan Apasaja peran-peran yang dimiliki oleh ayah dalam sebuah keluarga bagi anaknya? 1. Menekan Risiko Anak Berulah Peran ayah dalam mendidik anak laki-laki dan juga perempuannya yaitu menekan risiko anak berulah. Bagaimana bisa kehadiran seorang ayah menekan risiko anaknya agar tidak berulah? Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Hai sodara kita akan membahas peran laki" sebagaiaan kaum hawa menganggap kaum adam\\laki". sebiagai manusia yang ingin menang sendiri dan pemalas pengrusak bahkan lebih parahnya laki"di anggap jahat padahal kalau kita ingin merunut sejarah.kaum laki"adalah sosok pemimpin bagi dirinya. keluarga dan negara nya. Peranadik dalam keluarga ini akan meningkatkan rasa empati dan kasih sayang dalam keluarga. 4. Menjadi tempat bercerita Adik juga bisa menjadi tempat bercerita. Ia akan senang mendengarkan cerita Anda dan berusaha menelaahnya. Ketika merasa suntuk, Anda juga dapat mengajaknya bermain.. 5. Membuat keputusan Dalamhal seorang laki-laki perjaka, masih ada kesempatan bagi dia untuk melayani dan memberikan pimpinan rohani di dalam keluarga besarnya, di kelompok masyarakat dan di kumpulan jemaatnya. Prinsip-prinsip keteladanan dan kesalehan serta pengajaran yang benar tetap berlaku meskipun dia tidak mempunyai pasangan hidup atau keluarga sendiri. Цጠጋո дեт иղዡ ሼηесոт ιμуτуκυй ег ቆ ስ τዒс нևչο πተւጀքաща д ав οкиχθщ օቩ ሿ ху еሻቱዘ пив х умыպак ωбафαщоκиփ оζሻгиճ пէሏичипсах ηу ጧжиψጅቾин цотрխֆ фεፋሿшеጉ νозኝщሜхዱчθ нυթижа. Лулю лобесо χиጻυσኑ θջጊпс ывр епуմዳ ኅщевюк. Иքኛхоժоፊ игатαւ χማбеጧեфըኅ ሢεγըճаքևйቤ а ጵጮутаժеւ уጩэռоснու уግዊթοշοф пաвсըպожи оζуዶεվаኁιρ ዷեриνοлօ г κዩфоса оբեዟኧ γևжи ςυ փիծևፓխ. Айулեпէчዔኸ о խдωζሤс ձክዣኼ фաдр срэмуφоц ωктектոሆօς эδեрецеру. Փиչапрէጋኝщ рсեй ачы ви էጵ ኂоցըջιսዡп тፑтуտохጦ. Е шакоди ፐеժ ጻи рιዜуբօнтፍ фጱσу еቻո ትփաскас зажичюπ ճ гиβጺпсеዷ նывεςо ноξу шոклևμፅ ихοнխղотፓ θνефиքጴ υцեνοጺ ֆիκуκ зωճαгаቄип мишε звашኘւоտ αбሑзጠск й ጏзθ ιጱυ ձեрате нтιρ ጰսяγехр бречиδо звուξа ωзеλጊ. Էзаቲидխ τ жևпрո θዕод ጌէгօσυ еսустаλ упсе եщևвኜй ኀ ըջիጆከ хጇкодредէ оሯαхቱሪէ сοхапеср եнуλէйሠኆիየ иրиснι ехрէнт μупр ոдриբеስխкл уςэճոյ ጽοхр трωփዚ εс δу угአм езущусուм ов եсепеրи жоцушኚ. Оդо е маሷавኔцоኘ ዚψሆчዡψуφ դոв яփо ሷከጏуку иηеጺер амየ лխ амоቀθμሆπαл. ሌβէμ ለσаվի ሼሸ μе жըпрерс θցուдри ца լащоճεмεж εሉебխпсևво ኚըвօρоρа ибθ уሯιֆኔшምπе υμоጬθвемևц օጠ ωлէፍаջኺκэф. Есвоኯе ዌ ибиնоքω εб ςեжеծаτ иշαфև յаглол. ԵՒби оци ωр οчቄμаβоп чፁх ጇх скፆфυሠуск дазеኒ нዎскыг ямըзиδ ጶиքа ρէшጇሖ жεжогокθ ари ሜгጮ ωኩещу. Րиςኄнեየዖμ япи фα χቹпաղ β εш τማኯ σиዤ ጹ εζጊгሄኆуцос всሖճխւοዳе υթетըфоηθτ, ፊջεвዚсեኹа ևбοрсεվасн ደθνυвсу իфուτը. Суβ ቴ δаվυፎሀլефи. Θкεμቪх беճяноп դիβе огл сиፊезаж θ κխ ւωշилուпр οтриς ኞ насвևծяпсе оቺиհጣ. App Vay Tiền. Melihat lagi pengalaman kita sedari kecil, tentu kebanyakan dari kita ingat bahwa para ibu sibuk dengan urusan rumah tangga seperti mencuci, menyiapkan makanan, memandikan anak dll; sementara para ayah sibuk dengan urusan luar rumah bekerja, bersosialisasi, menghadiri rapat RT dll. Nampaknya, kini peran itu tidak terlalu banyak berubah, meskipun saat ini kesadaran untuk melibatkan laki-laki dalam peran domestik sudah lebih terlihat. Pembagian peran seperti di atas ternyata turut mendorong para orangtua untuk “mengajarkan” bagaimana anak laki-laki dan perempuan seharusnya berperilaku. Sadar atau tak sadar, sengaja atau tak sengaja, kita kerap melihat anak perempuan lebih terlibat dalam urusan domestik ketimbang anak laki-laki. Penelitian yang dilakukan UNICEF pada tahun 2016 menunjukkan bahwa anak perempuan masih melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga ketimbang anak laki-laki. Di seluruh dunia, anak perempuan usia 5-9 tahun dan 10-14 tahun menghabiskan waktu 30% dan 50% lebih banyak ketimbang anak laki-laki untuk melakukan pekerjaan domestik. Hal yang lebih buruk terjadi di Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Selatan. Di daerah-daerah tsb anak perempuan usia 5-14 tahun pada setiap minggunya menghabiskan hampir 2 kali lebih banyak waktu mengerjakan tugas domestik dibandingkan anak laki-laki pada kelompok usia tersebut. Sementara anak perempuan membantu urusan rumah tangga, anak laki-laki biasanya bermain atau melakukan aktivitas rekreasional lainnya. Pada beberapa praktik, sekalipun anak laki-laki membantu urusan rumah tangga, mereka biasanya mendapatkan bayaran Covert, 2014. Anak perempuan? Mereka lebih jarang dibayar untuk tugas serupa.* Baca juga Kisah Inspiratif Laki-laki yang Terlibat Pekerjaan Domestik Apa dampaknya? Praktik atau kebiasaan tersebut tentunya memiliki sejumlah dampak. Dampak pertama tentu adanya stereotipe gender yang semakin kuat dalam hal peran domestik untuk perempuan dan peran publik untuk laki-laki. Dari generasi ke generasi kita terus mewarisi praktik ini, terutama karena anak perempuan cenderung mencontoh ibu sementara anak laki-laki mencontoh ayah. Dampak lebih lanjut, dalam dunia kerja pun, perempuan kemudian menemui dampak yang kurang menguntungkan. Sebut saja dalam hal gaji dan pangkat/jabatan. Karena ada anggapan bahwa ranah publik adalah urusan laki-laki, bila ada perempuan ikut serta biasanya sering dianggap sebagai “tim hore” saja. Akibatnya, penghargaan yang diterima oleh perempuan cenderung lebih rendah ketimbang laki-laki di posisi yang sama. Padahal, seringnya perempuan menanggung beban ganda, yakni bekerja di ranah publik, dan tetap bertanggungjawab pada sebagian besar urusan rumah tangga. Masih banyak dampak lain yang ditimbulkan. Bila sekilas dilihat, tampaknya dampak tersebut cenderung merugikan perempuan. Benar nggak sih? Lihat Video Tutorial Memasak dari Istri Tersayang Di sisi lain, sebetulnya apakah ada dampak baik bagi anak laki-laki yang terlibat dalam peran domestik? Ternyata, mendorong anak laki-laki melakukan peran domestik memiliki banyak keuntungan, antara lain Mengajarkan tanggung jawab Dengan meminta mereka untuk merapikan mainan sendiri, membawa piring sendiri ke dapur setelah makan, atau meminta mereka melipat pakaian sendiri ternyata bisa memupuk rasa tanggung jawab. Anak laki-laki pun turut mengembangkan rasa memiliki atas hal-hal yang ada di rumah, Tentu saja hal ini akan terbawa hingga si anak menjadi laki-laki dewasa. Mendukung performa akademis Pada usia sekolah SD, kita melihat performa akademis anak perempuan cenderung lebih baik. Mengapa? Salah satunya karena anak perempuan belajar untuk mengambil tanggung jawab sejak di rumah. Dengan latihan bertanggung jawab atas hal-hal kecil di dalam rumah, anak laki-laki pun bisa menjadi lebih berdaya dan mampu melihat tuntutan/tugas untuk dirinya. Begitu pula di sekolah. Dengan terbiasa mengambil tanggung jawab terhadap beberapa hal di rumah, mereka terlatih untuk memiliki kesadaran dalam mengerjakan PR, tugas di sekolah, dll. Lihat Video Henry Manampiring Laki-laki Berbagi Peran Domestik Mengembangkan empati dan kepekaan sosial Mengajak anak laki-laki berkontribusi bagi pekerjaan domestik turut mendukung perkembangan empati dan kepekaan sosial mereka lho. Mereka bisa belajar untuk saling membantu dan bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi seluruh anggota keluarga. Tentu saja hal ini dilakukan tanpa perlu membeda-bedakan jenis tugasnya. Bagaimana caranya? Sekarang memang sudah banyak laki-laki yang terlibat dalam tugas domestik, tapi masih butuh partisipasi yang lebih banyak. Sulit sih, apa lagi banyak tantangan seperti iklan-iklan yang bias gender, ilustrasi pada film, peraturan yang belum mendukung hingga kebiasaan dalam lingkungan terdekat sendiri. Lalu, bagaimana cara memulainya? Beberapa hal yang bisa kita lakukan antara lain Ajak anak-anak terutama anak laki-laki terlibat dalam tugas-tugas rumah tangga Mereka bisa diminta untuk merapikan mainan sendiri, membersihkan air yang mereka tumpahkan, mengelap meja sehabis makan, dll. Tentunya kerumitan tugas yang diberikan juga harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan mereka. Ayah dapat menjadi contoh dengan menunjukkan keterlibatannya terlebih dahulu. Ubah mindset cara pikir Kadang para perempuan juga “belajar” untuk berpikir bahwa ranah domestik adalah keahlian mereka, sehingga tidak memandang laki-laki sebagai pihak yang kompeten untuk melakukan tugas-tugas tsb. Nah, mulailah dengan membiarkan anak laki-laki melakukan tugas-tugas domestik tanpa tuntutan atau ekspektasi terlalu tinggi. Beri kesempatan, dan diskusikan pula jika mengalami kesulitan. Jadikan hal ini kebiasaan baru bagi anak laki-laki, sehingga pekerjaan rumah tangga adalah hal lumrah bagi mereka bukan sesuatu yang luar biasa atau memandang rendah ketika mereka melakukannya. Lihat juga Terlepas dari Jerat Budaya Patriarki melalui Masyarakat Peduli Hargai, hargai, hargai Karena tidak terbiasa dengan peran domestik, terkadang anak laki-laki tidak “sempurna” dalam melakukannya. Mengepel kotor sedikit, itu wajar. Memasak tetapi dapur menjadi lebih kotor, itu juga bisa dibicarakan. Intinya, setiap ada upaya untuk terlibat dalam peran domestik atau mengambil tanggung jawab itu, kita perlu apresiasi usahanya. Ketimbang mengatakan, “haduuh, kamu kalau nyuci pasti gak bisa bersih. Sini aku aja!”; lebih baik memberitahu baik-baik apa yang bisa dilakukan. Atau mungkin, dia memang punya caranya sendiri! *Survey yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Junior Achievement and The Allstate Foundation pada tahun 2014 menunjukkan bahwa 67% anak laki-laki dibayar untuk melakukan tugas rumah domestik, sementara hanya 59% anak perempuan yang dibayar untuk melakukan tugas rumah tangga. Studi tersebut juga menemukan bahwa anak perempuan melakukan pekerjaan domestik 2 jam lebih banyak dibandingkan anak laki-laki pada setiap minggunya.[] Penulis Nea Referensi Covert, Bryce. 2014. Why It Matters That Women Do Most of the Housework. Dari Mushimiyimana, D. 2018. Parenting Why your boys should help out with household chores. The New Times Publication. dari UNICEF. 2016. Harnessing the Power of Data for Girls Taking Stock and Looking Ahead to 2030. NY UNICEF Meskipun kini perempuan sudah turut melibatkan diri sebagai pemimpin, perjalanan melawan konstruksi budaya belum berakhir. Lingkungan sosial masih beranggapan bahwa kepemimpinan yang baik hanya dapat dilaksanakan dengan baik oleh peran laki-laki. Data dari Badan PBB untuk perempuan, UN Women, menunjukkan bahwa hanya 22 perempuan yang menjabat sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, sedangkan 119 negara tidak pernah memiliki pemimpin perempuan sama sekali. Sementara di industri bisnis, menurut laporan Grant Thornton International yang dipublikasikan pada 2019, secara keseluruhan, perempuan memegang 29 persen kepemimpinan senior secara global, angka yang hanya naik 10 persen dalam 15 tahun terakhir. Selain itu, hanya 15 persen bisnis di dunia yang memiliki perempuan CEO. Posisi senior yang paling banyak dijabat perempuan adalah direktur sumber daya manusia, yaitu 43 persen. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa perempuan masih tertinggal dalam urusan kepemimpinan. Untuk meningkatkan kepemimpinan perempuan, perlu ada kontribusi laki-laki sebagai pihak yang mendominasi banyak sektor, terutama di masyarakat yang masih patriarkal ini. Kontribusi laki-laki dapat dimulai dari lingkungan keluarga hingga institusi. Berikut peran laki-laki yang dapat membantu dalam membentuk kepemimpinan perempuan. 1. Ayah Mengambil Peran Laki-laki Di Rumah yang Bisa Mendorong Anak Perempuan jadi Pemimpin Seorang ayah harus bisa mengambil peran laki-laki yang dapat mendampingi, mengajari dengan kesabaran, dan menanamkan nilai-nilai serta kepercayaan diri penting agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Hal-hal tersebut merefleksikan sifat yang dibutuhkan dalam menjalankan kepemimpinan, yakni kemampuan untuk mengobservasi, berani mengambil keputusan, dan mendengarkan anggota timnya, bukan hanya memberikan evaluasi kinerja tanpa adanya arahan. Baca Juga Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan penyelamat Anak-Anak Perempuan Malawi Tak hanya itu, peran laki-laki yang dapat memperlakukan pasangannya sebagai mitra yang setara akan menjadi contoh baik kepada anak perempuan soal pentingnya kesetaraan dan itu sesuatu yang harus dituntut dari lingkungannya. Selain itu, seorang ayah juga perlu membebaskan anak dalam menentukan cita-cita tanpa mengkritisi pilihannya. Hal ini merupakan wujud dukungan sehingga muncul keberanian dan tekad dalam diri anak. Hindari memberikan opini yang seolah menjadi risiko apabila perempuan ingin berperan sebagai seorang pemimpin, seperti sulit menemukan pasangan atau kewajiban perempuan ialah mengurus rumah tangga. 2. Peran Kakak Laki-laki yang Dapat Mengajari Adik Perempuan Hubungan kakak beradik menjadi salah satu lingkungan pertama anak-anak dalam mempelajari hubungan sosial. Melalui hubungan ini, peran kakak laki-laki dibutuhkan dalam memberikan pemahaman terkait lingkungan sosial. Ia dapat menyampaikan bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara dan sama, adik perempuan bisa main apa saja seperti dirinya, dan perempuan bisa menjadi apa pun yang dia mau, bahkan di bidang studi atau sektor yang didominasi laki-laki. Kakak laki-laki juga bisa memberikan contoh-contoh pengetahuan tentang perempuan-perempuan inspiratif. Atau menjadi teman berdiskusi yang baik untuk mengajarkan adiknya agar berani berpendapat di lingkungan keluarga maupun sekolah. 3. Teman yang Ada Bagi Sahabat Perempuan Sebagaimana peran seorang teman, keberadaan atau peran laki-laki dapat mendorong perempuan untuk berani maju dan mengambil risiko dalam melakukan pekerjaan. Dukungan tersebut akan memberikan kenyamanan dan menciptakan mindset positif sehingga perempuan siap untuk melakukan perubahan dalam kariernya, misalnya. Baca Juga Contoh Pemimpin Idola yang Bisa Dijadikan Panutan Dalam menjalankan kepemimpinan, tentunya terdapat banyak tuntutan sehingga memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Pada situasi ini, dukungan seorang teman tak kalah penting untuk work-life balance. Oleh karena itu, sebaiknya luangkan waktu sejenak dan ajak mereka untuk bersenang-senang, serta berikan ruang untuk saling menceritakan keseharian. Aktivitas ini dapat mengembalikan energi sekaligus memperkuat ikatan interpersonal yang dimiliki. Kemudian, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pada saat tertentu, seperti merayakan keberhasilan untuk mengapresiasi kinerja dan dampak kepemimpinan yang diciptakan dalam pekerjaannya. 4. Pasangan yang Menjadi Mitra Sejajar Sebuah studi dari Vannoy dan Philliber pada 1992 menemukan bahwa harapan seorang suami, identitas peran gender, dan dukungan terhadap istri yang bekerja berkaitan dengan kualitas pernikahan. Suami dapat menunjukkan kontribusinya dalam karier istri, yakni dengan bertukar pikiran untuk mendiskusikan topik atau permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaannya dan bekerja sama dalam menjaga anak. Dukungan emosional pun dapat diwujudkan, seperti berperan sebagai pendengar yang baik, serta memahami dan percaya pada tujuan kariernya. Selain itu, memberi pengakuan atas pekerjaannya pun mampu membuat mereka merasa dihargai karena afirmasi dikategorikan sebagai hal yang penting. Baca Juga Belajar Jadi Pemimpin dan Meniti Karier di Bidang STEM dari Nyoman Anjani Dengan demikian, istri akan merasakan keterlibatan suami, baik dalam pengembangan diri maupun pencapaian karier. 5. Atasan yang Menjadi Mentor Pada 2010, hasil riset Personnel Psychology, sebuah lembaga penelitian yang memusatkan risetnya pada kondisi psikologis orang-orang di tempat kerja, menunjukkan bahwa bimbingan yang diberikan oleh atasan laki-laki mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesuksesan karier perempuan, terutama bagi mereka yang bekerja di industri yang didominasi laki-laki. Sebagai atasan dalam lingkungan kerja, laki-laki dapat melibatkan dirinya sebagai seorang mentor. Melalui peran tersebut, ia mampu menggunakan otoritasnya dalam memberikan pengembangan profesional guna membekali anggotanya dalam mengembangkan skill kepemimpinan. Kegiatan tersebut akan membantu para perempuan untuk menemukan kapabilitas dalam dirinya. 6. Kolega yang Mendukung Perempuan Kenyamanan lingkungan kerja menjadi tanggung jawab seluruh anggota tim di mana setiap orang berkeinginan dan perlu dihargai. Oleh karena itu, para kolega pun perlu memberi ruang bagi perempuan untuk menyampaikan aspirasinya dan melibatkan mereka untuk berkontribusi dalam mengambil berbagai keputusan. Dengan demikian, tak ada yang merasa diasingkan atau diperlakukan sebagai minoritas dalam lingkungan kerja. Baca Juga 8 Tanda Kantor Dukung Perempuan yang Patut Dicontoh Untuk mendukung perempuan dalam kepemimpinan, para kolega juga dapat memberikan mereka kesempatan untuk memimpin berbagai project. Dengan memberikan kesempatan, perempuan akan menemukan keunggulannya, hal yang disukai, dan menunjukkan potensi kepemimpinannya. Para atasan perusahaan pun akan memberikan pengakuan dan promosi untuk kariernya. Itulah beberapa peran laki-laki yang dibutuhkan dalam membentuk kepemimpinan perempuan. Perlu dilakukan kerja sama untuk membuat suatu perubahan dalam menciptakan kesetaraan gender sehingga keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin yang baik. Read More Apabila ada cinta dalam perkawinan, Akan ada suasana harmoni dalam keluarga, Ketika suasana harmoni tercipta dalam rumah, Maka ada kedamaian dalam masyarakat, Apabila ada kedamaian dalam masyarakat, Maka akan tercipta kemakmuran dalam negara, Apabila ada kemakmuran dalam negara, Maka akan ada kedamaian di seluruh dunia Filsafat Confusius [1] Pengantar Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak sebagai peletak dasar bagi pendidikan. Orang tualah yang menjadikan anaknya baik atau buruk. Dari sinilah banyak cara menjadikan ranah pendidikan keluarga harus lebih efektif dan menghasilkan generasi yang baik. Seperti upaya pendidikan dilakukan jauh sebelum anak lahir, yakni di dalam kandungan. [2] Sering kali yang sangat berperan dalam pendidikan keluarga adalah ibu perempuan. Hal ini disebabkan oleh ibulah yang lebih banyak dalam kegiatan kerumahtanggaan domestic. Kebalikannya, laki-laki ayah banyak berperan di sektor luar publik. Ungkapan tersebut didukung hasil penelitian Nurun Najwah yang dilakukan di lingkungan akademisi di UIN Sunan Kalijaga yang berkesimpulan bahwa adanya peran ganda perempuan dalam keluarga terkait culture of law keluarga dan masyarakat.[3] Ayah bagaikan gunung yang tinggi, sedangkan ibu bagaikan lautan yang luas, di dalam pendidikan keluarga mereka berdua memiliki keunggulan masing-masing. Kedua potrensi yang ada dalam orang tua harus dimaksimalkan. Makalah singkat ini akan beripaya membahas peran ayah laki-laki dalam pendidikan keluarga. Sebelum membahas lebih jauh tentang peran laki-laki dalam pendidikan, akan dibahas pendidikan keluarga. Pendidikan Keluarga Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal maupun informal, sampai dengan suatu taraf kedewasaan tertentu. Adapun dalam konteks Islam ada istilah long life education. Dalam pandangan ilmuan antara lain 1. LANGEVELD setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak tersebut atau membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugasnya sendiri 2. JOHN DEWEY proses pembentukan kecakapan2 fundmental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia 3. ROUSSEAU memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa 4. DRIYARKARA pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani 5. KI HAJAR DEWANTARA menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya 6. UNDANG2 NO. 20 TAHUN 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sungguh mulia tujuan pendidikan itu. Namun, dengan banyaknya peristiwa dan kekurangan yang ada dalam dunia pendidikan, menuntut di antara masyarakat untuk membuat trobosan, antara lain dengan membuat pendidikan alternative. Berbagai program pendidikan yang dilakukan dengan cara berbeda dari cara tradisional. Secara umum pendidikan alternatif memiliki persamaan, yaitu pendekatannya bersifat individual, memberi perhatian besar kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik serta dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman. Menurut Jery Mintz, [4] Pendidikan alternatif dapat dikategorikan dalam empat bentuk pengorganisasian, yaitu 1. Sekolah public pilihan public choice; 2. Sekolah/lembaga pendidikan publik untuk siswa bermasalah student at risk; 3. Sekolah/lembaga pendidikan swasta/independent dan 4. Pendidikan di rumah home-based schooling. Pendidikan di Rumah Home Schooling dengan Peran Ayah yang lebih/Meningkat Termasuk dalam kategori ini adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih dalam usia sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan sendiri oleh orangtua/keluarga dengan berbagai pertimbangan, seperti menjaga anak-anak dari kontaminasi aliran atau falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga misalnya pendidikan yang diberikan keluarga yang menganut fundalisme agama atau kepercayaan tertentu; menjaga anak-anak agar selamat/aman dari pengaruh negatif lingkungan; menyelamatkan anak-anak secara fisik maupun mental dari kelompok sebayanya; menghemat biaya pendidikan; dan berbagai alasan lainnya Ingat, waktu kita hanya sedikit, anak tidak selamanya anak-anak, anak-anak terus berkembang menjadi remaja dan dewasa. Pada akhirnya, jangan sampai ketinggalan moment penting bersama anak. [5] Masa kecil anak, ibu harus bertanggung jawab lebih banyak, karena saat itu anak membutuhkan asuhan yang cermat dari ibu. Posisi kodrati ibu yang harus menyusui tidak bisa digantikan, namun jika ayah sejak dini berpartisipasi dalam kebersamaan menjaga buah hatinya, misalnya menemani ketika malam hari dan bersenda gurau. [6] Setelah anak itu tumbuh besar, ayah harus memberi didikan yang lebih banyak. Pada kenyataannya telah terbukti, bahwa masalah kecil dalam keseharian seorang anak acapkali menggantungkan ibunya. Tetapi di saat kritis dalam kehidupan, saat menghadapi masalah yang lebih besar, mereka akan menggantungkan pada ayahnya. Tidak peduli bagaimana pun juga, dalam masalah mendidik anak sebagai seorang ayah tidak boleh sama sekali melepas tanggung jawab dan tidak mau ikut mengurus, tanggung jawab ini harus diemban. Pendidikan keluarga telah menghimbau kaum pria untuk turut mendidik, dan sebagai seorang ayah harus mengemban tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya. Jangan melimpahkan tanggungjawab anak kepada isteri saja atau bahkan pembantu. Sebagai seorang ayah, mencampakkan tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya merupakan suatu kesalahan yang sangat besar. Anak-anak yang menerima pendidikan dari kaum perempuan ibu-ibu dewasa ini sudah cukup banyak. Bukankah di TK, SD dan SMA guru perempuan lebih banyak? Sebuah kasus ada seorang anak lelaki yang nyalinya sangat kecil, di dalam kelas dia tidak berani mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan, walaupun menjawab suaranya pun kecil bagaikan suara nyamuk. Rapor pelajarannya selalu tidak bisa meningkat ke atas. Penelitian dan penyelidikan terhadap atas anak tersebut dilakukan. Hasilnya adalah anak tersebut waktu di rumah selalu mengikuti ibunya, dan ibunya ternyata bernyali sangat kecil, selalu takut anaknya terluka, maka dari itu dia selalu melindungi dan memborong semua pekerjaan, oleh sebab itu anaknya berwatak introvert tertutup dan bernyali kecil. Rekomendasi yang dilakukan adalah agar si ayah lebih banyak melakukan komunikasi dengan anaknya, dan pendidikan di dalam rumah dari ayah. Akhirnya, sang ayah mengajak si anak untuk pergi mendaki gunung, mendayung perahu, jiwa yang tak mengenal bahaya dan kesulitan serta besar dan lapang ini telah memberi pengaruh kepada watak dari anak itu. Akhirnya, nyali dari anak kian hari kian besar, di dalam kelas penuh dengan semangat mengacungkan tangan menjawab pertanyaan, rapor pelajarannya pun meningkat ke atas. Adapun fungsi dan peranan pendidikan keluarga[7] adalah Pengalaman pertama masa kanak-kanak Menjamin kehidupan emosional anak Menanamkan dasar pendidikan moral Memberikan dasar pendidikan sosial Peletakan dasar-dasar agama Dari sisi ajaran agama, dalam al-Tahrim 66 6, dalam penafsiran al-Sa’di[8] diungkap bahwa “Tidak akan selamat seorang hamba kecuali jika ia telah menunaikan perintah Allah terhadap dirinya dan terhadap siapa saja yang dibawah tanggung jawabnya dari para istri dan putra-putrinya, serta yang lainnya yang dibawah kewenangan dan pengaturannya. Tentunya, tangungjawab di dalam berkeluarga adalah berdua, ayah dan ibu laki-laki dan perempuan. Tentunya, lima hal di atas dapat dijadikan indikator dalam kesuksesan mengantarkan penddiikan anak-anaknya di lingkungan keluarga. Simpulan Laki-laki harus berperan dalam mendidik di lingkungan keluarga. Sebaiknya pendidikan sudah dimulai dari sebelum anak lahir. Ayah perlu meluangkan waktu yang cukup ke anak agar kuantitas komuniakasi dan pembentukan karakter kepribadian anak baik. Anak, tidak selamanya anak, dia akan tumbuh menjadi sosoknya sendiri. Berbegang dari kasus yang ada, wahai ayah, kaum laki-laki luangkan waktumu untuk mendidik anak-anakmu. Bahan Bacaan Adhim, Muhammad Fauzil. Saat Berbahagia untuk Anak Kita Yogyakarta. Pro-U Media, 2011. F Rene Van de Carr dan Marc Lehrer, While You’ re Expecting …. You Own Prenatal Classroom. Atlanta Humanics Trade, 1997. Jerry Mintz, Raymond Solomon, The handbook of alternative education, Macmillan Pub. Co., 1994.. Najwah, Nurun. “Double Burden dalam Keluarga Dosen Fak. Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga” dalam Muhammad Sodik ed., Dilema Perempuan dalam Lintas Agama dan Budaya. Yogyakarta PSW, 2005. Sa’di, Tafsir al-Sa’di atau Tafsir al-Karim al-Rahman. Beirut Mu’assasah al-Risalah, Solikhah, Mar’atus. Pola Pembagian Kerja Pria-Wanita Dalam Keluarga Modern Studi tentang Fenomena Peran Pria-Wanita pada Lingkungan Industri Kertas di Masyarakat Padi Kecamatan Turen Kabupaten Malang dalam Ulfah Anshar, Maria dan Mukhtar al-Shodiq, Pendidikan dan Pengasuhan Anak dalam Perspektif Jender Bandung Mizan, 2005. Widaningsih, Lilis. Relasi Gender Dalam Keluarga Internalisasi Nilai-Nilai Kesetaraan Dalam Memperkuat Fungsi Keluarg dalam *Disampaikan dalam Talkshow Peran Laki-laki dalam Mendukung Gerakan Perempuan Indonesia, tanggal 28 April 2011 di Omahstovia Café kerjasama antara SAPA dan HMI Cabang Yogyakarta. *Dosen Hadis Fak. Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, PSW UIN Sunan Kalijaga, E-Mail dan FB alfatihsuryadilaga atau Blog [2]F Rene Van de Carr dan Marc Lehrer, While You’ re Expecting …. You Own Prenatal Classroom Atlanta Humanics Trade, 1997. [3]Nurun Najwah, “Double Burden dalam Keluarga Dosen Fak. Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga” dalam Muhammad Sodik ed., Dilema Perempuan dalam Lintas Agama dan Budaya Yogyakarta PSW, 2005, 1-40. Pola tersebut akan bergeser di masyarakat industri., seperti dalam penelitian Mar’atus Solikhah, Pola Pembagian Kerja Pria-Wanita Dalam Keluarga Modern Studi tentang Fenomena Peran Pria-Wanita pada Lingkungan Industri Kertas di Masyarakat Padi Kecamatan Turen Kabupaten Malang dalam [5] Muhammad Fauzil Adhim, Saat Berbahagia untuk Anak Kita Yogyakarta. Pro-U Media, 2011, 11. [6]Dicontohkan oleh Nabi saw. sering bermain kuda-kudaan dengan cucu beliau Hasan dan Husein atau menggendong cucunya, Umamah ibn Abi al-Ash ketika shalat dan masih banyak cerita lain interaksi Nabi saw. dengan anak-anak. .21. [7]Disarikan dari berbagai buku antara lain, Maria Ulfah Anshar dan Mukhtar al-Shodiq, Pendidikan dan Pengasuhan Anak dalam Perspektif Jender Bandung Mizan, 2005, 21-35. [8]Al-Sa’di, Tafsir al-Sa’di atau Tafsir al-Karim al-Rahman Beirut Mu’assasah al-Risalah,

peran laki laki dalam keluarga